Kamis, 30 Desember 2010

PERBEDAAN ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

 
BAB I
Pendahuluan

Menurut sebuah penelitian terbaru, yang baru-baru ini dilansir LiveScience, pria dan wanita memiliki perbedaan dalam berpikir. Otak dibuat dari dua jenis jaringan yang berbeda, yang disebut materi abu-abu dan putih.
Penelitian baru ini menunjukkan pria berpikir lebih menggunakan materi abu-abu, sedangkan wanita berpikir lebih dengan putih. Meskipun keduanya berpikir secara berbeda, hal ini tidak akan mempengaruhi kinerja intelektual.
Profesor Richard Haier dari Universitas California, Amerika Serikat, mengatakan pada umumnya pria yang jumlah materi abu-abunya hampir 6,5 kali berhubungan dengan kecerdasan umum dibandingkan dengan perempuan. Sedangkan wanita yang memiliki jumlah materi putih hampir 10 kali berkaitan dengan kecerdasan dibanding pria. "Temuan ini menunjukkan bahwa evolusi manusia telah menciptakan dua jenis otak yang dirancang untuk sama-sama cerdas dalam perilaku," ucap Haier
Dalam otak manusia, abu-abu mewakili pusat-pusat pengolahan informasi. Sementara putih bekerja untuk jaringan pusat-pusat pengolahan tersebut. Hasil dari studi ini mungkin dapat membantu menjelaskan mengapa laki-laki dan perempuan unggul dalam berbagai jenis tugas. Demikian Rex Jung, penulis dan neuropsikolog dari Universitas New Mexico.


BAB II
Pembahasan
A.  Perbedaan Gaya kepemimpinan
Menurut saya gaya kepemimpina antara pria dan wanita memiliki perbedaan. kepemimpinan kaum wanita lebih cenderung menempuh gaya demokratis atau partisipatif, menggunakan kepemimpinan transformasional, dan mendorong keikutsertaan, berbagi informasi dan meningkatkan harga diri pengikutnya. Sedangkan gaya kepemimpina pria lebih cenderung menggunakan gaya pengarahan, komando, dan kendali, menggunakan gaya kepemimpina transaksional, dan mengandalkan wewenang formal.
Jika dihubungkan dengan teori kepemimpinan Douglas Mc Gregor (1906-1964) Teori X dan teori Y . Teori X melihat karyawan dari segi pessimistik, manajer hanya mengubah kondisi kerja dan mengektifkan penggunaan rewards & punishment untuk meningkatkan produktivitas karyawan. Teori Y melihat karyawan dari segi optimistik, manajer perlu melakukan pendekatan humanistik kepada karyawan, menantang karyawan untuk berprestasi, mendorong pertumbuhan pribadi, mendorong kinerja. Maka, pemimpin wanita atau perempuan lebih cenderung pada teori X dan pemimpin pria lebih cenderung pada teori Y.
B.  Perbedaan Gender Pada Gaya Pengambilan Keputusan Pembelian
Konsumen sebagai individu dalam tatanan sosial terbangun dari konsep gender sehingga muncul stereotype yang jelas antar gender laki-laki (maskulin) dan gender perempuan (feminimitas) yang menggambarkan profil konsumen dipasar. Kedua gender tersebut mempunyai ciri karakteristik yang berbeda sehingga mampu memberikan kemungkinan adanya perbedaan gaya pengambilan keputusan pembelian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah ada perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan pada gaya pengambilan keputusan pembelian. Data diperoleh dari penyebaran kuesioner Consumer Style Inventory kepada sampel 60 laki-laki dan 60 perempuan yang diambil dengan teknik pengambilan sampling convenience sampling, yang kemudian datanya diuji dengan menggunakan uji t (t-test, independent sample test). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan pada 4 gaya, yakni: pengambilan keputusan pembelian gaya kesadaran akan hal baru dan fashion; gaya kesadaran akan rekreasi (konsumen hedonistik); gaya impulsif, (ketidakpedulian careless konsumen) dan gaya kebiasaan atau kesetiaan konsumen pada suatu merk (brand loyalty). Keempat gaya tersebut signifikan pada konsumen perempuan. Artinya konsumen perempuan (di Yogyakarta) cenderung yang memiliki keempat gaya tersebut.
C.  Perbedaan Komitmen Dalam Berorganisasi
Komitmen dalam berorganisasi dapat terbentuk karena adanya beberapa faktor, baik dari organisasi, maupun dari individu sendiri. Dalam perkembangannya affective commitment, continuance commitment, dan normative commitment , masing-masing memiliki pola perkembangan tersendiri (Allen & Meyer, 1997).
Proses terbentuknya Affective commitment
Ada beberapa penelitian mengenai antecedents dari affective commitment. Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan tiga kategori besar. Ketiga kategori tersebut yaitu :
 
a.       Karakterisitik Organisasi. Karakteristik organisasi yang mempengaruhi perkembangan affective commitment adalah sistem desentralisasi (bateman & Strasser, 1984; Morris & Steers, 1980), adanya kebijakan organisasi yang adil, dan cara menyampaikan kebijakan organisasi kepada individu (Allen & Meyer, 1997). Dalam penelitian ini karakteristik organisasi gereja yang dilihat adalah aliran gereja yang digunakan, bagaimana praktek kelompok sel dalam gereja tersebut dan bagaimana kedudukan kelompok sel sebagai strategi gereja.
b.      Karakteristik Individu. Ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa gender mempengaruhi affective commitment, namun ada pula yang menyatakan tidak demikian (Aven, Parker, & McEvoy; Mathieu &Zajac dalam Allen & Meyer, 1997). Selain itu usia juga mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment, meskipun tergantung dari beberapa kondisi individu sendiri (Allen & Meyer, 1993), organizational tenure (Cohen; Mathieu & Zajac dalam Allen & Meyer, 1997), status pernikahan, tingkat pendidikan, kebutuhan untuk berprestasi, etos kerja, dan persepsi individu mengenai kompetensinya (Allen & Meyer, 1997)
c.       Pengalaman Kerja. Pengalaman kerja individu yang mempengaruhi proses terbentuknya affective commitment antara lain Job scope, yaitu beberapa karakteristik yang menunjukkan kepuasan dan motivasi individu (Hackman & Oldham, 1980 dalam Allen & Meyer, 1997). Hal ini mencakup tantangan dalam pekerjaan, tingkat otonomi individu, dan variasi kemampuan yang digunakan individu. Selain itu peran individu dalam organisasi tersebut (Mathieu & Zajac, 1990 dalam Allen & Meyer, 1997) dan hubungannya dengan atasan. Pengalaman berorganisasi individu didapatkan dari pelayanan yang dilakukannya dalam gereja tersebut dan juga interaksinya dengan anggota gereja lain seperti pemimpinnya.




BAB III
Penutup
 
Kesimpulan
  1. Wanita berbeda dari pria. Itu jelas. Kalo pria mo ke toilet, biasanya dia pergi memang ada maksud dan tujuannya yang jelas, yaitu buang air (besar atau kecilnya nggak usah dibahas lah yau!) Tapi wanita ke toilet selain tujuan utama, bisa aja ada tujuan lain, karena mo ngobrol atau pengen curhat sama temen wanita lainnya (terutama nyurhatin soal Pujaan Hati, kan ini satu-satunya tempat si PH nggak bisa ikutan masuk). Jadi jangan heran kalo wanita sering ngajak-ngajak wanita lain kalo mo ke toilet. Coba kalo Bang Darman tiba-tiba bilang gini ke Heri, “Her, gue mo ke toilet, ikut yuk?” : )
  2. Sebagian besar pria suka mendominasi remote control TV dan gonta-ganti channel pas lagi iklan;  padahal wanita nggak apa-apa tuh kalo nonton iklan.
  3. Kalo stress, wanita nyari coklat dan pergi shopping; kalo pria stress, yang ngerokok pasti langsung  ngepul asapnya, kalo nggak bisa jadi marah-marah atau malah diem aja.
  4. wanita say ”Pria itu kurang sensitif, nggak ngasih perhatian, nggak dengerin kalo kita lagi ngomong, hangat, suka diem aja, nggak keliatan sayangnya, nggak berani punya komitmen!
  5. Pria say ”Wanita itu jarang yang bisa nyetir, kalo baca peta suka salah, suka bingung sendiri lagi ada di mana, kalo ngomong nggak bisa berhenti, udah gitu nggak ketauan maksudnya mo ngomongin apa, emangnya gue bisa baca pikirannya” 
  6. Pria dan wanita itu sebenernya telah berevolusi secara fisik tapi masih membawa kebiasaan dari pria- wanita jaman purba. Pas jaman purba kan pria berburu, wanita tinggal di gua. Pria melindungi, wanita mengurus anak. Sebagai akibatnya, tubuh dan otaknya pun berkembangmengikuti kebiasaan jaman purba ini. Selama jutaan tahun, struktur otak pria dan wanita terus berubah dengan caranya masing- masing. Sampailah kita pada jaman modern ini, di mana ternyata pria dan wanita itu berbeda dalam memproses informasi yang masuk ke otaknya. Jalan pikirannya memang berbeda. Pengertiannya akan suatu hal pun berbeda. Persepsi, prioritas dan tingkah lakunya juga beda. 
  7. Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa otak pria mencari kata M-E-N-T-E-G-A atau S-T-R-A- W-B-E-R-R-Y di kulkas. Kalo kotak mentega atau botol selainya salah arah, udah nggak keliatan deh. Makanya selama mencari kepalanya celingukan terus karena berusaha menemukan benda yang ‘hilang’ tersebut.
  8. Sebenernya ada implikasi lain dari perbedaan besar sudut pandang ini. Dengan sudut pandang yang jauh lebih besar dari pria, mata wanita bisa ngelaba tanpa perlu takut ketahuan. Sementara kalo pria, udah pasti kena tuduh atau ketangkep basah kalo matanya lagi jelalatan. Penelitian mengungkapkan bahwa mata wanita ngeliat bodi-bodi pria sama seringnya, bahkan lebih sering, daripada pria ngeliatin bodi-bodi wanita. Tapi, dengan daya pandang yang jauh lebih superior, wanita jarang ketahuan.
  9. Pria menggunakan bahasa langsung atau direct speech dan mereka mengambil makna sebenarnya dari apa yang orang lain katakan. Tapi sebetulnya dengan sedikit kesabaran dan banyak latihan, pria dan wanita bisa kok belajar untuk mengerti satu sama lain.
  10. Masih inget kan betapa frustasinya manusia terhadap pasangan lain jenisnya?? Nah tapi sebetulnya dalam hati kita tuh masih butuh pasangan loh. Apalagi Tuhan sendiri kan yang pernah bilang, “Tidak baik kalau manusia sendirian saja.” Jadi dalam perjalanan hidupnya manusia terus mencari siapa pasangan yang paling cocok untuk dirinya, supaya bisa terus bersama-sama dalam jangka waktu yang panjang alias seumur hidup.

DAFTAR PUSTAKA
 
  • Adams, A. G., King, L. A., & King, D. W.(1996). Relationships of Job andFamily Involvement, Family SocialSupport, and Work-family Conflict with Job and Life Satisfaction. Journalof Applied Psychology, 4, 411-420.
  • Izraeli, D. N. (1992). Culture, Policy and Women in Dual Earner Families in Israel. In S. Lewis, D. N. Izraeli, & H. Hootsmans (Eds.), Dual earner Families: International Perspective (pp.19-45). London: Sage.

   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar